Review Jurnal (Perilaku Konsumen)
Review Jurnal
Tema Perilaku
Konsumen
1. Judul
ANALISIS
PERILAKU BRAND SWITCHING KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK HANDPHONE DI SEMARANG
2. Penulis
Purwanto Waluyo
dan Agus Pamungkas
3. Tahun
2003
4. Latar Belakang
Perkembangan
bisnis handphone akhir-akhir ini telah menunjukkan suatu gejala, yaitu semakin
banyak dan beragamnya produk handphone yang ditawarkan oleh perusahaan dan
pengembangan produk handphone yang semakin cepat. Pengembangan produk handphone
yang cepat tersebut terutama terletak pada bentuk, ukuran dan fasilitasnya.
Semakin lama bentuk handphone semakin menarik, ukuran semakin kecil dan
fasilitas kegunaannya semakin lengkap. Saat ini merek handphone yang sudah
masuk ke Indonesia adalah: Nokia, Samsung, Sony Ericson, Siemens, LG, Philip,
Motorola, Panasonic, GSL, Handspring, Sendo, Asus, Mitsubishi, dan tiap merek
meluncurkan banyak model atau seri yang bervariasi (Selular, 2003, h. 90).
Strategi pengembangan produk tersebut merupakan tujuan pemasar untuk
menciptakan perilaku variety seeking pada diri konsumen.
Variety
seeking adalah perilaku konsumen yang berusaha mencari keberagaman merek di
luar kebiasaannya karena tingkat keterlibatan beberapa produk rendah. Perilaku
variety seeking menurut Kahn, Kalwani dan Morrison yang dikutip oleh Kahn,
(1998, p-46) disebut juga sebagai kecenderungan individu-individu untuk mencari
keberagaman dalam memilih jasa atau barang pada suatu waktu yang timbul karena
beberapa alasan yang berbeda. Perilaku ini sering terjadi pada beberapa produk,
dimana tingkat keterlibatan produk itu rendah (low involvement). Tingkat
keterlibatan produk dikatakan rendah, apabila dalam proses pembelian produk
konsumen tidak melibatkan banyak faktor dan informasi yang harus ikut
dipertimbangkan.
Tujuan
konsumen mencari keberagaman produk ini adalah untuk mencapai suatu sikap
terhadap merk yang favorable. Tujuan lain perilaku variety seeking konsumen ini
dapat berupa hanya sekedar mencoba sesuatu yang baru atau mencari suatu
kebaruan dari sebuah produk. (Kahn, 1995, p.286). Perilaku variety seeking ini
cenderung akan terjadi pada waktu pembelian sebuah produk yang menimbulkan
resiko minimal yang ditanggung oleh konsumen dan pada waktu konsumen kurang
memiliki komitmen terhadap merek tertentu (Assael, 1995 p.20). Beberapa
literatur menyebutkan bahwa perilaku variety seeking ini akan menimbulkan
perilaku brand switching konsumen.
Perilaku
brand switching yang timbul akibat adanya perilaku variety seeking perlu
mendapat perhatian dari pemasar. Perilaku ini tidak hanya cenderung terjadi
pada produk yang memerlukan tingkat keterlibatan yang rendah, akan tetapi
terjadi juga pada produk dengan tingkat keterlibatan tinggi (high involvement).
Tingkat keterlibatan produk dikatakan tinggi, apabila konsumen melibatkan
banyak factor pertimbangan dan informasi yang harus diperolehnya sebelum
keputusan untuk membeli diambil. Termasuk dalam factor pertimbangan tersebut
adalah faktor resiko, yaitu resiko performance,fisik, keuangan dan waktu.
Perilaku
switch yang melibatkan high involvement ini diantaranya terjadi pada pembelian
produk otomotif dan peralatan elektronik (Sambandam, 1995). Dua macam produk
ini termasuk kategori high involvement dalam proses pembeliannya, yang
melibatkan banyak faktor resiko yang harus dipertimbangkan.
Proses pembelian
konsumen yang melibatkan pengambilan keputusan khususnya dalam kondisi limited
decision making, akan memposisikan konsumen pada situasi untuk berperilaku
variety seeking. Pada waktu tingkat keterlibatan konsumen rendah, konsumen akan
cenderung untuk berpindah merek, mencari merek lain diluar pasar dan situasi
ini menempatkan konsumen dalam sebuah usaha mencari variasi lain.
Dalam
proses pengambilan keputusan untuk membeli produk yang melibatkan high
involvement tersebut, ada empat faktor yang termasuk di dalam perangkat
pertimbangan (consideration set). Pengalaman sebelumnya (prior experience),
pengetahuan tentang produk (product knowledge) dan kepuasan (satisfaction)
dimodel sebagai prior, dan bersama variabel pencarian media (media search) diharapkan
dapat mempengaruhi pembentukan seperangkat pertimbangan (consideration set)
(Sambandam, 1995).
Dalam
model ini juga ditunjukkan bahwa perangkat pertimbangan berpengaruh terhadap
keputusan perpindahan secara langsung dan tidak langsung yang dimotivasi oleh
kegiatan pencarian retailer handphone. Konsumen yang mempunyai banyak
pertimbangan terhadap berbagai alternatif pilihan merek secara langsung dapat
beralih merek, atau terlebih dahulu mengunjungi retail untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan dan mencoba produk sebelum beralih merek.
Penelitian
ini akan menekankan pada ukuran perangkat pertimbangan yang merupakan faktor
penting dalam penelitian perpindahan merek. Keputusan berpindah merek
sepertinya tidak akan terjadi tanpa pertimbangan adanya ketersediaan dan
kemenarikan dari satu alternatif atau lebih.
5. Metodologi
A. Populasi Dan Pengambilan Sampel
Populasi
adalah seluruh obyek yang ingin diketahui besaran karakteristiknya
(Kustituanto, 1995, h.5). Populasi penelitian ini adalah semua konsumen
handphone di Semarang. Banyaknya populasi tidak dapat diketahui secara pasti.
Sampel
merupakan sebagian obyek populasi yang memiliki karakteristik sama dengan
karakteristik populasi yang ingin diketahui besaran karakteristiknya
(Kustituanto,1995, h.5). Sampel penelitian ini ditentukan secara non
probalititas, yaitu setiap elemen dalam populasi tidak memiliki probabilitas
yang sama untuk dipilih menjadi sample atau pemilihan anggota sample dilakukan
dengan tidak acak dan bersifat subyektif (Sekaran, 1992, h.235-244). Tehnik
penentuan sample menggunakan tehnik purposive sampling, yaitu memilih sample
yang sesuai dengan kriteria tertentu. Kriterianya yaitu konsumen handphone di
Semarang yang sudah pernah beralih merek handphone dalam kurun waktu 3 tahun
terakhir. Kurun waktu yang ditentukan adalah tiga tahun terakhir yang berbeda
dengan kurun waktu untuk meneliti pergantian produk mobil, karena perkembangan
tekhnologi handphone lebih cepat dibanding perkembangan tekhnologi mobil dan
daur hidup produk handphone lebih pendek. Sehingga diperkirakan dalam 3 tahun
terakhir ini sudah banyak konsumen yang beralih merek handphone.
Banyaknya
sampel yang diperlukan dengan menggunakan structural equation modeling (SEM)
adalah minimal 5 responden untuk tiap estimasi parameter, dengan rasio 10
responden untuk tiap parameter akan lebih tepat. (Hair dan Anderson, 1998,
h.604). Menurut Ferdinand (2002, h.51) ukuran sample yang harus dipenuhi dalam
pemodelan menggunakan SEM minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan
perbandingan 5 observasi untuk setiap parameter yang diestimasi. Dalam
penelitian ini, banyaknya sample yang diambil adalah sebanyak 100 responden,
dengan alasan bahwa jumlah tersebut sudah memenuhi persyaratan sampel dalam
menggunakan SEM.
B. Variabel, Definisi Operasional dan Skala
Pengukuran
variabel
yang akan diteliti, definisi masing-masing variabel oleh peneliti berdasar
konsep dan penentuan skala untuk mengukur variabel tersebut diuraikan sebagai
berikut:
1. Variabel
Penelitian.
Jenis
variabel-variabel yang akan diteliti adalah:
a. Variabel Independen, yaitu: Prior Experience
(X).
b. Variabel Dependen, yaitu: Product Knowledge
(Y1), Satisfaction (Y2), Media Search (Y3), Consideration-Set Size (Y4),
Retailer Search (Y5) dan Switching Behavior (Y6).
2. Definisi
Operasional dan Skala Pengukuran.
Variabel-variabel
dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:
a. Prior Experience, yaitu banyaknya merek
handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya (sebelum membeli merek
handphone yang saat ini dimiliki) dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini. Prior
experience diukur dengan lima item pertanyaan mengenai jumlah merek handphone
yang pernah dibeli dan dipakai dalam kurun waktu tiga tahun sebelum membeli
handphone yang sekarang. Dipakai skala likert lima poin yang berjajar dari
sangat setuju (5), setuju (4), netral (3), tidak setuju (2) dan sangat tidak
setuju (1).
b. Product Knowledge, yaitu tingginya
pengetahuan dan pemahaman konsumen berkaitan dengan produk handphone yang
pernah dibeli dan dipakai sebelumnya. Diukur dengan 5 item pertanyaan dan
masing-masing dinilai dengan skala likert lima point dari sangat setuju (5)
hingga sangat tidak setuju (1).
c. Satisfaction, yaitu kepuasan konsumen
terhadap merek handphone yang terakhir dibeli sebelum membeli merek handphone
yang saat ini dimiliki. Diukur dengan 8 item pertanyaan. Tiap item dinilai
dengan skala likert lima point dari sangat setuju (5) hingga sangat tidak
setuju (1).
d. Media Search, yaitu banyaknya media yang
dicari untuk mendapatlan informasi mengenai merek-merek lain yang belum pernah
dimiliki. Diukur dengan 4 item pertanyaan dan dinilai dengan skala likert lima
point dari sangat setuju (5) hingga sangat tidak setuju (1).
e. Consideration-Set Size, yaitu banyaknya
merek yang dipertimbangkan sebelum membeli merek handphone yang saat ini
dimiliki. Diukur dengan lima item pertanyaan dan dinilai dengan skala likert
lima point dari sangat setuju (5) hingga sangat tidak setuju (1).
f. Retailer Search, yaitu banyaknya retailer
handphone yang telah didatangi untuk mendapatkan informasi dengan mencoba
beberapa merek handphone dan bertanya kepada beberapa penjual sebelum membeli
merek handphone yang saat ini dimiliki. Diukur dengan 5 item pertanyaan
mengenai jumlah retail yang dikunjungi dan jumlah handphone yang dicoba.
Dinilai dengan skala likert lima point dari sangat setuju (5) hingga sangat
tidak setuju (1).
g. Switching Behavior, yaitu berpindahnya
konsumen dari satu merek handphone ke merek yang lain pada pembelian merek
handphone yang saat ini dimiliki. Diukur dengan satu item pertanyaan mengenai
perbedaan atau persamaan antara merek handphone yang sebelumnya (merek terakhir
sebelum membeli merek yang saat ini) dengan merek yang dimiliki saat ini.
Pembelian merek lain pada pembelian yang terakhir diberi kode 2 (dinilai
tinggi). Sedangkan pembelian merek yang sama pada pembelian yang terakhir
diberi kode 1 (dinilai rendah), dengan ketentuan bahwa konsumen yang membeli
merek handphone sama dengan merek sebelumnya sudah pernah melakukan pergantian
merek handphone.
6. Isi/Hasil
A. Gambaran Umum Responden
Pengumpulan
kuesioner menghasilkan 102 kuesioner telah terisi dan kembali dari 164
kuesioner yang disebar, Sedangkan 62 sisanya belum kembali, karena 45 responden
tidak bersedia memberikan alamatnya dan 17 kuesioner yang belum kembali karena
peneliti tidak berhasil menemukan alamat yang diberikan responden untuk
mengambil kuesioner. Dari 102 kuesioner yang kembali, ada 2 kuesioner yang
tidak layak untuk diteliti karena ternyata responden tersebut belum pernah
berganti merek handphone. Sehingga jumlah kuesener yang layak untuk diteliti
sebanyak 100 kuesener.
Dalam
penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin responden menunjukkan bahwa dari 100
responden, terdapat 69 responden laki-laki (69%) dan 31 responden wanita (31%).
Sedangkan berdasarkan tingkat pengeluaran responden per-bulan dapat diketahui
bahwa kelompok responden terbesar adalah responden dengan tingkat pengeluaran
dibawah Rp.1juta perbulan, yaitu sebanyak 47 responden (47%). Sedangkan
kelompok responden terkecil adalah responden dengan tingkat pengeluaran antara
Rp.3juta sampai Rp.4juta perbulan, yaitu hanya 3 responden (3%).
Dalam
penelitian ini tingkat pergantian merek yang pernah dilakukan reponden
dikelompokkan menjadi lima, yaitu: responden yang pernah satu kali berganti
merek, dua kali, tiga kali, empat kali dan lebih dari empat kali berganti
merek. Dapat diasumsikan bahwa semakin sering mereka berganti merek handphone
tersebut akan semakin banyak pengalaman dan pengetahuannya terhadap merek
tersebut. Hasil analisis responden menunjukkan, bahwa kelompok responden yang
terbesar adalah responden yang pernah satu kali berganti merek handphone, yaitu
sebanyak 47 responden (47%). Sedangkan kelompok responden yang terkecil adalah
responden yang sudah pernah empat kali berganti merek, yaitu hanya 7 responden
(7%). Hal ini menunjukkan bahwa responden mempunyai perbedaan tingkat
pergantian handphone yang menunjukkan jumlah pengalaman yang berbeda-beda
dengan merek handphone yang pernah dibelinya.
Sementara
dari waktu berganti merek handphone yang terakhir berbeda-beda antara responden
satu dengan yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden terakhir kali mengganti merek handphone dalam waktu 0 sampai 6 bulan
yang lalu, yaitu 52 responden (52%). Sebanyak 23 responden (23%) terakhir kali
mengganti merek dalam waktu 6 sampai 12 bulan yang lalu. Sebanyak 9 responden
(9%) terakhir kali mengganti merek dalam waktu 1 sampai 1,5 tahun yang lalu.
Kelompok terkecil adalah responden yang terakhir mengganti merek dalam waktu
1,5 sampai 2 tahun yang lalu, yaitu 8 responden (8%) dan responden yang
terakhir mengganti merek dalam waktu 2 sampai 3 tahun yang lalu, yaitu 8
responden (8%).
Berdasarkan
keseluruhan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa semua responden
terakhir kali mengganti merek handphone dalam kurun waktu 0 sampai 3 tahun yang
lalu. Maka semua responden yang terpilih telah memenuhi kriteria pemilihan
sampel dalam penelitian ini, yaitu responden yang pernah berganti merek
handphone dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini.
Gambaran
mengenai banyaknya handphone yang dimiliki responden pada saat mengisi
kuesioner adalah sebagian besar responden saat ini hanya memiliki satu buah
handphone, yaitu sebanyak 88 responden (88%). Sedangkan responden yang memiliki
dua buah handphone hanya ada 12 responden (12%).
Dalam
penelitian ini, responden dikelompokkan berdasarkan perbedaan atau persamaan
merek handphone yang saat ini dimiliki dengan merek sebelumnya. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya responden yang beralih dari satu merek
ke merek yang lain dan responden yang konsisten dalam pilihan merek pada
pembelian yang terakhir kali. Responden yang saat ini membeli merek sama
sebelumnya sudah pernah berganti merek handphone dan diasumsikan tetap
melakukan pergantian, yaitu mengganti model handphone. Sebagian besar responden
saat ini memiliki merek handphone yang berbeda dengan merek sebelumnya, yaitu
sebanyak 80 responden (80%). Yang dimaksud dengan merek sebelumnya adalah merek
handphone yang terakhir dimiliki sebelum membeli merek handphone yang saat ini
dipakai. Sedangkan responden yang memiliki merek sama dengan merek yang
sebelumnya hanya sebanyak 20 responden (20%).
Terdapat
20 responden yang saat ini memiliki satu merek handphone dan melakukan
pembelian merek yang sama dengan merek sebelumnya, dengan ketentuan bahwa konsumen
tersebut sebelumnya sudah pernah melakukan pergantian merek handphone.
Responden yang membeli kembali merek Nokia sebanyak 14 responden (70%).
Responden yang saat ini membeli kembali merek Siemens sebanyak 5 responden
(25%). Responden yang membeli kembali merek Philips hanya ada 1 responden (5%).
Dari
80 responden yang membeli atau memiliki handphone dengan merek berbeda dengan
merek sebelumnya dibedakan berdasarkan jumlah handphone yang saat ini
dimilikinya. Pergantian merek pada pemilik satu merek ada sebanyak 68 responden
dan pemilik dua merek ada sebanyak 12 responden. Kelompok terbesar dalam
pergantian merek adalah responden yang beralih merek dari Samsung ke Nokia
(sebanyak 11 responden atau 16,2%) dan merek yang saat ini paling banyak
dimiliki responden pemilik satu merek adalah Nokia.
Jika
dilihat dari faktor yang menjadi alasan responden untuk beralih merek handphone
dapat diperoleh hasil bahwa alasan yang banyak membuat responden berganti merek
adalah kelengkapan fasilitas menu (feature). Alasan lain yang banyak menjadi
penyebab responden berganti merek adalah bosan dengan merek sebelumnya. Hanya
ada sedikit alasan berganti merek karena harga yang baru lebih murah dan karena
kualitas baterai yang cepat habis. (Deskripsi data disajikan dalam lampiran)
B. Uji Kesesuaian (goodness of fit)
Salah
satu syarat untuk dapat menganalisis data menggunakan SEM adalah model yang
diajukan sesuai dengan datanya (goodness of fit model). Uji kesesuaian
dimaksudkan untuk mengetahui bahwa data yang diobservasi sesuai atau konsisten
dengan teori atau model yang akan diuji. Dapat dikatakan juga bahwa model yang
dikembangkan atau diuji mendapat dukungan yang empiris yang sesuai dan memadai
(Ferdinand, 2002, h. 26).
Dalam
analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji
hipotesis mengenai model (Hair et al., 1998). Maka peneliti melakukan uji
kesesuaian terhadap tujuh fit indeks untuk mengukur kebenaran model yang
diajukan atau untuk menguji apakah model yang diajukan diterima atau ditolak,
yaitu: chi square, Cmin/DF, GFI, AGFI, TLI, CFI dan RMSEA. Model dapat
dikatakan sesuai dengan data bila dari tujuh pengujian tersebut terdapat
maksimal dua pengujian yang hasilnya kurang baik atau marginal.
Hasil
pengujian goodness of fit terhadap model standar yang diajukan dan model
alternatif dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.
Hasil Uji
Goodness Of Fit Model Standar dan Alternatif
Maret – April
2003
Goodness Of Fit
|
Model Standar yang diusulkan
|
Model Alternatif
|
||
Hasil
|
Penilaian
|
Hasil
|
Penilaian
|
|
Chi Square
CMIN/DF
GFI
AGFI
TLI
CFI
RMSEA
|
14,875
1,488
0,961
0,891
0,974
0,988
0,070
|
Baik
Baik
Baik
Marginal
Baik
Baik
Baik
|
14,839
1,649
0,961
0,879
0,965
0,985
0,081
|
Baik
Baik
Baik
Marginal
Baik
Baik
Marginal
|
Sumber: Output AMOS
Hasil
pengujian goodness of fit pada model standar yang dipakai dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa data yang diobservasi sudah sesuai atau konsisten dengan
teori atau model yang akan diuji. Meskipun AGFI dinilai marginal tetapi masih
dapat memenuhi ketentuan, karena pengujian yang hasilnya kurang baik atau
marginal maksimal adalah dua pengujian. Sehingga model yang diajukan dinilai
cukup baik dan dapat diterima sebagai model yang sesuai dalam penelitian ini.
Penelitian
ini juga mencari model terbaik atau model yang paling sesuai dengan mencoba
memodifikasi model berdasar teori dan hasil penelitian terdahulu. Assael (1998,
p. 245) menyebutkan bahwa pengalaman yang rendah merupakan salah satu faktor
yang menentukan peningkatan pencarian informasi. Srinivasan dan Ratchford
(1991, p. 234) juga menyebutkan bahwa jumlah pengalaman (amount of experience)
berpengaruh negatif terhadap jumlah usaha pencarian (amount of search).
Modifikasi
model sebagai model alternatif dilakukan dengan menambah pengaruh negatif antara
prior experience terhadap media search, kemudian dihitung dengan AMOS 4.
Hasilnya menunjukkan ada pengaruh negatif, tetapi hasil uji goodness of fit
justru menunjukkan penurunan AGFI, TLI, CFI dan peningkatan CMIN/DF dan RMSEA
dibanding model standar yang direplikasi. Selain itu terdapat dua pengujian
yang hasilnya marginal, yaitu: AGFI (0,879) dan RMSEA (0,081). Maka modifikasi
model tidak jadi dilakukan dan penelitian ini tetap menggunakan model awal
(model standard yang diusulkan), karena dinilai sebagai model yang paling
sesuai untuk meneliti perilaku beralih merek handphone.
Hasil uji
goodness of fit pada model standar yang diusulkan akan diuraikan satu persatu
sebagai berikut:
1. Chi Square (X²)
Pengujian chi
square dimaksudkan untuk mengetahui perbedan antara populasi yang diestimasi
dengan sampel yang diteliti. Sehingga diharapkan tidak ada perbedaan antara
populasi dengan sampelnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai chi square
yang rendah dan tidak signifikan.
Hasil
penghitungan chi square sebesar 14,875 sedangkan chi square tabel dengan df =
10 dan a = 5% adalah sebesar 18,31. Sehingga koefisien chi square 14,875
dinilai cukup kecil, karena lebih kecil dibanding 18,31. Maka koefisien chi square
tersebut tidak signifikan pada a = 5% yang berarti bahwa tidak ada perbedaan
antara sampel dengan populasi. Dapat dikatakan juga bahwa perbedaan antara
sampel dengan populasi adalah kecil dan tidak signifikan. Perbedaan antara
sampel dengan populasi tersebut signifikan pada a = 13,7%.
2. CMIN/DF
CMIN/DF atau chi
square relatif merupakan hasil pembagian antara fungsi kesalahan sampel yang
minimal dengan derajat kebebasannya (Ferdinand, 2002, h. 58). CMIN/DF yang
diharapkan agar model dapat diterima adalah £ 2,00. Nilai CMIN/DF yang
dihasilkan dari penghitungan adalah sebesar 1,488. Hasil tersebut dinilai baik,
karena sudah memenuhi ketentuan lebih kecil dibanding 2,00.
3. GFI (Goodness of Fit Indeks)
Pengujian indeks
goodness of fit dimaksudkan untuk mengetahui proporsi tertimbang dari varians
dalam matriks kovarians sample yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi
yang terestimasi (Bentler, 1983; Tanaka & Huba, 1989 dalam Ferdinand, 2002,
h. 57). GFI yang diharapkan adalah GFI ³ 0,90. Hasil penghitungan menunjukkan
bahwa GFI sebesar 0,961 dinilai baik karena lebih besar daripada 0,90.
4. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index)
AGFI dapat
mengadjust fit indeks terhadap df yang tersedia untuk menguji diterima atau
tidaknya model. Hasil yang diharapkan adalah ³ 0,90. Hasil penghitungan
menunjukkan bahwa AGFI sebesar 0,891 yang dinilai kurang baik atau marginal
karena lebih kecil daripada 0,90.
5. TLI (Tucker Lewis Index)
TLI adalah
sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang
diuji terhadap sebuah base line model (Baumgartner & Homburg, 1996 dalam
Ferdinand, 2002, h. 58). Nilai yang diharapkan adalah TLI ³ 0,95. Hasil
penghitungan menunjukkan bahwa TLI sebesar 0,974 yang dinilai baik karena lebih
besar daripada 0,95.
6. CFI ( Comparative Fit Index)
Nilai CFI yang
direkomendasikan adalah ³ 0,95. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa CFI
sebesar 0,988 dinilai baik karena lebih besar daripada 0,95.
7. RMSEA (The Root Mean Square Error of
Approximation)
RMSEA merupakan
sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi chi square statistik
dalam sampel yang besar (Baumgartner & Homburg, 1996 dalam Ferdinand 2002).
Uji RMSEA menunjukkan goodness of fit yang dapat diharapkan bila model
diestimasi dalam populasi (Hair, et al. 1998). Hasil RMSEA yang diharapkan agar
model dapat diterima adalah £ 0,08. Nilai RMSEA yang dihasilkan dari
penghitungan adalah sebesar 0,07. hasil tersebut dinilai baik, karena sudak
memenuhi ketentuan lebih kecil dibanding 0,08.
C. Uji Hipotesis.
Pengujian
hipotesis dilakukan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh antara
variabel independen terhadap variabel dependen sesuai dengan yang telah
dihipotesiskan dalam penelitian ini. Hasil pengujian hipotesis adalah sebagai
berikut:
1. Uji Hipotesis
1.
Pengujian
hipotesis pertama dilakukan untuk mengetahui pengaruh prior experience terhadap
product knowledge. H1: prior experience berpengaruh positif terhadap product
knowledge. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 98 diperoleh nilai
t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS 4 adalah sebesar
8,992 lebih besar dibanding harga t tabel. Maka H1 diterima pada a = 5%, yang
berarti benar bahwa prior experience berpengaruh signifikan positif terhadap
product knowledge.
Semakin
meningkat pengalaman konsumen dengan merek-merek handphone yang pernah dibeli
dan dimiliki sebelumnya akan meningkatkan pengetahuan mereka mengenai produk
handphone tersebut. Konsumen yang pernah membeli dan memiliki lebih banyak
merek handphone (berganti-ganti merek) akan lebih tinggi pengetahuannya tentang
produk handphone dibanding konsumen yang hanya pernah membeli sedikit merek
handphone. Hal ini mendukung teori Alba dan Hutchinson (1987) dalam Rao dan
Sieben (1992, p.258) bahwa pengetahuan konsumen adalah pengetahuan yang
berdasar pada pembelian, pemakaian, atau pengalamanya sendiri.
2. Uji Hipotesis
2.
Pengujian
hipotesis kedua dilakukan untuk mengetahui pengaruh prior experience terhadap
satisfaction. H2: prior experience berpengaruh positif terhadap satisfaction.
Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t tabel
±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung yang diperoleh adalah sebesar 2,390
lebih besar dibanding harga t tabel, maka H1 diterima pada a = 5%. Hal ini
membuktikan bahwa prior experience berpengaruh signifikan positif terhadap
satisfaction.
Semakin
meningkatnya pengalaman konsumen dengan merek-merek handphone yang pernah
dibeli dan dimiliki sebelumnya akan meningkatkan kepuasan mereka terhadap merek
yang terakhir sebelum membeli merek yang saat ini dimiliki. Konsumen yang sudah
berpengalaman dengan banyak merek handphone, tentu sudah banyak merasakan
pengalaman yang menyenangkan (pengalaman positif) maupun pengalaman negatif
dari setiap merek. Jadi, konsumen akan semakin mampu untuk membedakan kualitas
merek-merek handphone yang sudah pernah dibeli, dimiliki dan dipakai
sebelumnya, sehingga untuk pembelian berikutnya mereka dapat memilih merek yang
paling memuaskan dari beberapa alternatif pilihan. Hal ini mendukung teori
Purwani dan Dharmmesta (2002); Sambandam dan Lord (1995) yang telah menemukan
bahwa peningkatan pengalaman dalam pembelian mobil dapat meningkatkan kemampuan
pembeli untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan.
3. Uji Hipotesis
3.
Pengujian
hipotesis ketiga dilakukan untuk mengetahui pengaruh product knowledge terhadap
satisfaction. H3: product knowledge berpengaruh positif terhadap satisfaction.
Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t tabel
±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4 adalah sebesar 6,846
lebih besar dibanding harga t tabel, maka H1 diterima pada a = 5%. Hal ini
membuktikan bahwa product knowledge berpengaruh signifikan positif terhadap
satisfaction.
Semakin tinggi
pengetahuan konsumen mengenai produk handphone (terutama pengetahuan tentang
merek-merek handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya) akan
meningkatkan kepuasan mereka terhadap merek yang terakhir sebelum membeli merek
yang saat ini dimiliki. Hal ini disebabkan karena dengan pengetahuan produk
handphone yang tinggi konsumen akan semakin mengetahui kelebihan dan kelemahan
yang dimiliki oleh masing-masing merek handphone, sehingga pada pembelian
berikutnya mereka lebih mampu memilih merek yang memuaskan atau sesuai dengan
yang diharapkannya. Hasil tersebut mendukung teori Purwani dan Dharmmesta
(2002) yang menyebutkan bahwa konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi akan
lebih realistis dalam pemilihan yang sesuai dengan harapannya.
4. Uji Hipotesis
4.
Pengujian
hipotesis keempat dilakukan untuk mengetahui pengaruh product knowledge
terhadap media search. H4: product knowledge berpengaruh positif terhadap media
search. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t
tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4 adalah sebesar
–2,451 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H4 diterima pada a = 5%. Hal
ini membuktikan bahwa product knowledge berpengaruh signifikan negatif terhadap
media search. Semakin tinggi pengetahuan konsumen mengenai produk handphone
ternyata justru akan menurunkan tingkat pencarian media.
Hasil penelitian
ini berbeda tanda (beda pengaruh positif/negatif) dengan hipotesis penelitian
ini dan berbeda dengan hasil yang ditemukan oleh Sambandam dan Lord (1995) yang
direplikasi. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan karakteristik produk
yang diteliti, latar belakang responden atau lokasi penelitian. Perilaku
konsumen dalam pembelian handphone mungkin lebih dipengaruhi oleh sumber
informasi interpersonal, yaitu informasi dari hubungan atau interaksi dengan
lingkungannya, seperti: informasi dari teman, keluarga atau orang lain. Sebelum
membeli handphone, konsumen mungkin berunding dengan temannya atau mengajak
temannya untuk terlibat dalam proses pembelian. Sehingga mereka yang sudah
berpengetahuan tinggi mengenai produk handphone tidak meningkatkan pencarian
media, tetapi justru menurunkan tingkat pencarian media.
Hal ini mungkin
juga disebabkan karena dengan pengetahuan produk handphone yang tinggi konsumen
akan semakin mengetahui kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh
masing-masing merek handphone. Pada pembelian berikutnya, mereka akan merasa
sudah memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan tanpa mencari
banyak informasi tambahan dari sumber media. Bagaimanapun, semakin rendah
pengetahuan produk lebih memungkinkan bagi konsumen untuk meningkatkan
pencarian media untuk mendapatkan informasi yang cukup tentang beberapa merek
saat akan membeli merek handphone tertentu.
Hasil penelitian
ini ternyata sesuai dengan teori Assael (1998, h. 245) yang menyebutkan bahwa
salah satu faktor yang menentukan banyaknya pencarian informasi adalah
pengalaman dan pengetahuan produk yang rendah. Semakin rendah pengetahuan
konsumen terhadap produk tertentu justru akan meningkatkan usaha pencarian
informasi mengenai produk tersebut, dan sebaliknya. Hasil juga mendukung
penelitian Punj dan Staelin (1983) dalam Srinivasan dan Ratchford (1991) yang
telah memodelkan variabel pengetahuan sebelumnya yang dapat digunakan (usable
prior knowledge) berpengaruh negatif terhadap variabel jumlah pencarian (amount
of search).
5. Uji Hipotesis
5.
Pengujian
hipotesis kelima dilakukan untuk mengetahui pengaruh satisfaction terhadap
media search. H5: stisfaction berpengaruh negatif terhadap media search. Dengan
taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t tabel ±1,64.
Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4 adalah sebesar –2,756 lebih
besar dibanding harga t tabel, maka H5 diterima pada a = 5%. Hal ini
membuktikan bahwa satisfaction berpengaruh signifikan negatif terhadap media
search. Semakin tinggi kepuasan konsumen justru akan menurunkan tingkat
pencarian media.
Konsumen yang
sudah merasa puas dengan merek handphone yang dimilikinya akan mengurangi
tingkat pencarian media untuk mendapatkan informasi mengenai merek-merek
handphone. Hal ini mungkin karena mereka menganggap bahwa informasi yang
diperoleh dari sumber media hanya berguna untuk mencari dan mendapatkan merek
baru yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Sedangkan sebelumnya mereka
sudah menemukan merek yang sesuai dan memuaskan. Pada pembelian yang
berikutnya, informasi dari sumber media menjadi kurang begitu penting dan
pencarian informasi hanya terbatas pada jenis atau model baru dengan merek yang
sama, sehingga mereka akan menurunkan tingkat pencarian media.
Bila konsumen
merasa kurang puas atau tidak puas dengan merek handphone yang dimilikinya, mereka
akan tertarik untuk menemukan merek lain yang lebih memuaskan dengan
meningkatkan pencarian media. Hal ini mendukung teori Beatty, Kahle dan Homer
(1988) dalam Dharmmesta (1999, h. 83) yang mengatakan bahwa ketidakpuasan
emosional konsumen dari pengalamannya dengan produk dapat menyebabkan konsumen
merasa tertarik untuk mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Hasil
penelitian ini juga mendukung penelitian Sambandam dan Lord (1995) yang telah
menemukan pengaruh negatif yang terjadi antara tingkat kepuasan terhadap
tingkat pencarian media dalam pembelian mobil.
6. Uji Hipotesis
6.
Pengujian
hipotesis keenam dilakukan untuk mengetahui pengaruh satisfaction terhadap
consideration-set size. H6: bahwa stisfaction berpengaruh negatif terhadap
consideration-set size. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 97
diperoleh nilai t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4
adalah sebesar –4,750 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H6 diterima
pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa satisfaction berpengaruh signifikan
negatif terhadap consideration-set size. Semakin tinggi kepuasan konsumen
justru akan memperkecil jumlah merek yang dipertimbangkan.
Konsumen yang
sudah merasa puas dengan merek handphone yang terakhir, lebih besar kemungkinannya
bahwa mereka hanya akan mempertimbangkan kembali merek tersebut pada pembelian
yang berikutnya. Sedangkan bila konsumen merasa belum puas atau tidak puas
dengan merek handphonnya, mereka akan berusaha membandingkan beberapa
alternatif merek untuk menemukan salah satu merek yang mungkin paling sesuai
dengan harapannya. Hal ini mendukung teori Assael (1998, h. 67), bahwa sedikit
atau tidak adanya pencarian informasi dan pertimbangan hanya pada satu merek
saja terjadi ketika konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan pembelian yang
konsisten. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Sambandam dan Lord
(1995) yang telah menemukan pengaruh negatif yang terjadi antara tingkat
kepuasan terhadap seperangkat merek yang dipertimbangkan dalam pembelian mobil.
7. Uji Hipotesis
7.
Pengujian
hipotesis ketujuh dilakukan untuk mengetahui pengaruh satisfaction terhadap
switching behavior. H7: bahwa stisfaction berpengaruh negatif terhadap
switching behavior. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 97
diperoleh nilai t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4
adalah sebesar –3,277 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H7 diterima
pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa satisfaction berpengaruh signifikan
negatif terhadap switching behavior. Semakin tinggi kepuasan konsumen justru
akan memperkecil perilaku beralih. Perilaku beralih dikatakan besar jika
konsumen berganti merek atau beralih ke merek lain. Sedangkan perilaku beralih
dikatakan kecil jika konsumen hanya mengganti model atau tipe tetapi mereknya
masih sama.
Tingginya
tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen terhadap merek handphone yang
dimilikinya dapat memperkuat sikap positif terhadap merek dan dapat menyebabkan
mereka loyal terhadap merek tersebut. Sehingga akan membeli merek yang sama
pada pembelian berikutnya dan kecil kemungkinannya untuk beralih ke merek yang
lain. Sebaliknya, ketidakpuasan terhadap merek handphone yang dimiliki dapat
menyebabkan konsumen bersikap negatif terhadap merek tersebut. Sehingga lebih besar
kemungkinannya mereka akan beralih ke merek lain yang lebih sesuai dengan
harapannya. Hal ini sesuai dengan teori Assael (1998) dan Boulding, et al.
(1993). Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Sambandam dan Lord
(1995) yang telah menemukan adanya pengaruh negatif yang terjadi antara tingkat
kepuasan terhadap perilaku beralih dalam pembelian mobil..
8. Uji Hipotesis
8.
Pengujian
hipotesis kedelapan dilakukan untuk mengetahui pengaruh media search terhadap
consideration-set size. H8: bahwa media search berpengaruh positif terhadap
consideration-set size. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 97
diperoleh nilai t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4
adalah sebesar 3,996 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H8 diterima pada
a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa media search berpengaruh signifikan positif
terhadap consideration-set size.
Semakin banyak
media yang dibaca atau dilihat, akan semakin banyak merek yang dipertimbangkan.
Hal ini disebabkan karena banyaknya media yang dibaca dan dilihat akan
memperbanyak informasi tentang merek handphone yang ditemukan. Sedikit demi
sedikit informasi tersebut disimpan dalam memori konsumen hingga membentuk
kumpulan atau seperangkat merek yang akan dipertimbangkan dalam pembelian
handphone berikutnya. Hal ini mendukung teori Sutisna (2001) dan penelitian
Sambandam dan Lord (1995); Purwani dan Darmmesta (2002) yang menyatakan adanya
pengaruh positif antara tingkat pencarian media terhadap seperangkat merek yang
dipertimbangkan.
9. Uji Hipotesis
9.
Pengujian
hipotesis kesembilan dilakukan untuk mengetahui pengaruh consideration-set size
terhadap retailer search. H9: bahwa consideration-set size berpengaruh positif
terhadap retailer search. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 98
diperoleh nilai t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4
adalah sebesar 8,394 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H9 dapat
diterima pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa consideration-set size
berpengaruh signifikan positif terhadap retailer search.
Semakin banyak
merek yang dipertimbangkan, akan semakin banyak juga pencarian retail. Ini
disebabkan karena mungkin konsumen merasa kesulitan dalam mengambil keputusan
pembelian dengan banyaknya alternatif merek. Sehingga mereka membutuhkan
bantuan beberapa retail untuk menentukan pilihan yang terbaik. Alasan lain
adalah mungkin karena konsumen berusaha membuktikan kesesuaian merek-merek yang
sudah dipertimbangkan sebagai hasil dari pencarian informasi dengan kenyataan merek
yang ada di beberapa retail atau counter handphone. Hasil ini mendukung
penelitian Sambandam dan Lord (1995) yang menemukan adanya pengaruh positif
antara seperangkat merek yang dipertimbangkan terhadap tingkat pencarian
informasi mealui retail.
10. Uji
Hipotesis 10.
Pengujian
hipotesis kesepuluh dilakukan untuk mengetahui pengaruh consideration-set size
terhadap switching behavior. H10: bahwa consideration-set size berpengaruh
positif terhadap switching behavior. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan
96 diperoleh nilai t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil
AMOS4 adalah sebesar 4,262 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H10 dapat
diterima pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa consideration-set size
berpengaruh signifikan positif terhadap switching behavior.
Semakin banyak
merek yang dipertimbangkan, akan lebih memungkinkan konsumen untuk beralih ke
merek yang lain. Ini disebabkan karena produsen handphone terus mengembangkan
produknya. Sehingga merek yang dulu dinilai kurang baik, saat ini mungkin
menjadi merek yang paling baik. Konsumen yang mempertimbangkan banyak merek
akan lebih memungkinkan untuk menjumpai merek lain yang lebih bagus dibanding
merek yang dimilikinya, meskipun dulu mereka menganggap mereknya paling bagus.
Pada akhirnya mereka akan beralih ke merek yang lain. Sedangkan bagi konsumen
yang mempertimbangkan sedikit merek atau hanya satu merek saja yang
dipertimbangkan, akan lebih kecil kemungkinannya untuk berganti merek.
Alasan lain
yaitu karena dengan banyaknya alternatif merek yang dipertimbangkan, konsumen
memiliki kebebasan untuk memilih atau menentukan pilihannya. Seperti teori
Menon dam Kahn (1995, h.286) yang mendefinisikan perilaku beralih sebagai
perilaku konsumen yang bebas untuk memilih sebuah item khusus yang lebih
disukai. Bagaimanapun juga, semakin banyak merek lain yang dipertimbangkan akan
lebih besar kemungkinannya untuk beralih merek daripada hanya mempertimbangkan
sedikit merek atau hanya mempertimbangkan satu merek handphone yang dimilikinya.
Hasil ini mendukung penelitian Sambandam dan Lord (1995) yang telah menemukan
bahwa seperangkat merek yang dipertimbangkan berpengaruh positif terhadap
perilaku beralih.
11. Uji
Hipotesis 11.
Pengujian
hipotesis kesebelas dilakukan untuk mengetahui pengaruh retailer search
terhadap switching behavior. H11: retailer search berpengaruh positif terhadap
switching behavior. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 96
diperoleh nilai t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4
adalah sebesar 3,077 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H11 dapat
diterima pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa retailer search berpengaruh
signifikan positif terhadap switching behavior.
Semakin banyak
retail handphone yang telah didatangi untuk mendapatkan informasi beberapa
merek handphone akan meningkatkan perilaku konsumen untuk beralih ke merek yang
lain. Hal ini disebabkan karena para retail atau pengecer handphone dapat
mempengaruhi konsumen untuk memilih dan membeli merek handphone tertentu yang
mungkin memiliki margin keuntungan yang paling besar bagi pengecer. Pengecer
handphone memiliki kekuatan untuk mengarahkan konsumen pada merek yang
diinginkan pengecer.
Alasan yang lain
adalah dengan mengunjungi banyak retail handphone, mencoba beberapa merek
handphone dan bertanya kepada beberapa penjual, konsumen akan mendapatkan lebih
banyak informasi mengenai beberapa merek handphone. Biasanya konsumen cenderung
memilih merek lain yang dinilai baik menurut sebagian besar pengecer daripada
hanya menurut satu pengecer saja. Konsumen juga cenderung memilih merek lain
dengan informasi yang paling lengkap dari para pengecer. Maka semakin banyak
pengecer yang dikunjungi dan semakin lengkap informasi mengenai merek handphone
lain yang peroleh dari para pengecer akan lebih memungkinkan konsumen beralih
ke merek lain.
7. Kesimpulan
Pengaruh
prior experience terhadap media search dalam penelitian ini berbeda tanda
positif/negatif dengan hipotesisnya dan berbeda dengan hasil penelitian
sebelumnya, tetapi sesuai dengan teori Assael (1998) serta penelitian Punj dan
Staelin (1983) dalam Srinivasan dan Ratchford (1991). Hal ini karena perilaku
konsumen dalam pembelian handphone mungkin lebih dipengaruhi oleh sumber
informasi interpersonal, seperti: informasi dari teman, keluarga atau orang
lain. Sebelum membeli handphone, konsumen mungkin berunding dengan temannya
atau mengajak temannya untuk terlibat dalam proses pembelian. Sehingga mereka
yang sudah banyak mengetahui produk handphone justru akan menurunkan tingkat
pencarian media. Hal ini mungkin juga disebabkan karena dengan pengetahuan
produk handphone yang tinggi konsumen akan semakin mengetahui kelebihan dan
kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing merek handphone. Pada pembelian
berikutnya, mereka akan merasa sudah memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat
keputusan tanpa mencari banyak informasi tambahan dari sumber media.
Hasil
pengujian hipotesis menunjukkan bahwa banyaknya pengalaman yang lalu
berpengaruh signifikan positif terhadap pengetahuan produk, sesuai dengan H1.
Pengalaman sebelumnya dan pengetahuan produk berpengaruh signifikan positif
terhadap kepuasan, sesuai dengan H2 dan H3. Bahwa semakin banyak pengalaman dan
semakin tinggi pengetahuan produk dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk
dapat membuat pilihan merek yang lebih memuaskan. Pengetahuan produk dan
kepuasan berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat pencarian media,
sesuai H5 tetapi tidak sesuai dengan H4. Tingkat kepuasan juga berpengaruh
signifikan negatif terhadap banyaknya merek yang dipertimbangkan dan perilaku
beralih, sesuai H6 dan H7. Tingkat pencarian media berpengaruh signifikan
positif terhadap banyaknya merek yang ikut dipertimbangkan sebelum membeli
handphone, sesuai dengan H8. Banyaknya merek yang dipertimbangkan konsumen
berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pencarian retail dan perilaku
beralih, sesuai dengan H9 dan H10. Yang terakhir, tingkat pencarian retail
berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku beralih, sesuai H11.
Penelitian
ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang kemungkinan dapat menimbulkan
gangguan terhadap hasil penelitian. (1) Pencarian informasi yang dijadikan
variabel hanya dari sumber media dan retail. Sumber personal tidak dimasukkan,
karena banyaknya pencarian informasi melalui teman pada umumnya lebih
tergantung dari bagaimana mereka berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang
lain di lingkungannya. (2) Penelitian ini belum mencakup seluruh merek
handphone, karena responden yang terpilih membeli merek-merek handphone yang
sudah familiar. (3) Masih ada pengaruh antar variabel yang tidak dimasukkan
dalam penelitian ini, yaitu pengaruh antara pengalaman sebelumnya terhadap
pencarian media. Pengaruh ini tidak dimasukkan karena hasil uji goodness of fit
model kurang bagus dibanding model awal yang diusulkan. (4) Asumsi normalitas
data tidak terpenuhi, karena tehnik pengambilan sampel dengan purposive
sampling. Sehingga tidak semua anggota populasi memiliki kemungkinan yang sama
untuk terpilih, hanya mereka yang memenuhi kriteria tertentu saja.
Rekomendasi bagi
penelitian yang akan datang adalah hendaknya penelitian yang akan datang
menghipotesiskan pengaruh antara prior experience terhadap media search sesuai
teori Assael (1998), Srinivasan dan Ratchford (1991). Penelitian yang akan
datang sebaiknya mencakup semua merek handphone yang ada.
Komentar
Posting Komentar